Jumat, 07 Oktober 2016

Sejarah Perkembangan Penginderaan Jarak Jauh

Sejarah Perkembangan Penginderaan Jarak Jauh

Perkembangan Sistem dan Wahana

Penginderaan jarak jauh atau remote sensing adalah teknik pengambilan gambar/citra suatu objek di permukaan bumi dari udara dengan bantuan sensor. Teknik penginderaan jarak jauh sebenarnya sudah lama digunakan. Penginderaan jarak jauh mulai berkembang semenjak ditemukannya kamera. Penginderaan jarak jauh pertama kali dilakukan oleh seniman foto asal Prancis bernama Felix Nadar (1858) memotret daerah Bievre, Prancis dari ketinggian 80 meter dengan bantuan balon udara. Selain itu, pada tahun 1860 James Wallace Black dari Amerika melakukan uji coba balon udara dengan ketinggian 365 meter untuk memotret kota Boston. Kedua percobaan ini membuktikan bahwa teknik penginderaan jarak jauh dapat digunakan oleh ahli tata ruang kota untuk membuat peta penggunaan lahan dan peta morfologi suatu daerah.
Pada tahun 1882 di Inggris pengambilan citra dengan wahana layang  - layang dilakukan oleh ED Archibalg. Pengambilan citra ini digunakan untuk memperoleh data meteorologi. Selain Archibalg, G.R Lawrence tahun 1906 juga mengambil citra daerah San Francisco pasca bencana gemba bumi dan kebakaran dengan wahana layang-layang. Pada tahun 1909 pemotretan dari udara yang pertama kali menggunakan wahana pesawat terbang dilakukan oleh Wilbur Wright di atas Centovelli, Italia. Seiring dengan perkembangan IPTEK, teknologi inderaja semakin canggih dan sensor yang digunakan semakin beragam seperti infrared, sonar, dan lainnya.
Peluncuran satelit TIROS (Television and Infrared Observation Satellite) pada tahun 1960 merupakan suatu gebrakan dalam perkembangan inderaja. Satelit ini dibawa oleh roket ke ruang angkasa untuk pengembangan satelit cuaca. Peluncuran satelit dilanjutkan lagi pada tahun 1972 oleh  Amerika Serikat yang meluncurkan satelit sumberdaya ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite - 1) atau Landsat-1.  Satelit ini mampu merekam hampir seluruh permukaan bumi pada beberapa spektra panjang gelombang, dan dengan resolusi spasial sekitar 80 meter. Disusul oleh generasi berikutnya Landsat 2 diluncurkan pada tanggal 22 Januari 1975 dan peluncuran Landsat 3 pada tanggal 5 Maret 1978. Perkembangan satelit sumber daya alam komersial terjadi pada Landsat 4 (Landsat-D) yang diluncurkan pada tanggal 16 Juli 1982. Landsat 4 dilengkapi dengan sensor Thematic Mapper dengan resolusi yang jauh lebih tinggi daripada Landsat sebelumnya, yaitu 30 meter pada enam saluran spektral pantulan dan 120 meter pada satu saluran spektral pancaran termal.  Peluncuran satelit sumber daya alam juga dilakukan oleh negara lain, dengan meluncurkan satelit PJ, seperti satelit SPOT-1 (Systemme Probatoire d’Observation de la Terre) oleh Perancis pada tahun 1986 yang diikuti generasi berikutnya, yaitu SPOT-2, 3, dan 4.
Dilakukan peluncuran satelit radar dari berbagai negara. Peluncuran satelit ini digunakan untuk mengindera sumber daya. Satelit radar itu antara lainnya adalah:
      1. Amerika Serikat:
  • Seasat (Sea Satellite) tanggal 27 November 1978 untuk mengindera sumber daya laut,
  • SIR (Shuttle Imaging Radar)-A 12 November 1981,
  • SIR-B tahun 1984,
  • SIR-C tahun 1987.
      2. Rusia:
  • Cosmos 1870 tahun 1987, untuk pengumpulan data daratan dan lautan. Cosmos-1870 ini hanya merupakan suatu prototipe, yang dirancang khusus untuk satelit sistem radar, yang secara operasional akan dilakukan oleh Almaz-1.
  • Satelit Almaz-1 diluncurkan 31 Maret 1991, yang awalnya untuk pantauan kondisi cuaca setiap hari, sedangkan secara operasional mengindera bumi baru dimulai 17 Oktober 1992 dan beroperasi selama 18 bulan.
      3. Eropa:
  • ERS-1 tahun 1991 dan
  • ERS-2 tahun 1995.
      4. Jepang:
  • JERS-1 (Japan Earth Resources Satellite) diluncurkan tanggal 11 Februari 1992, namun program ini tidak diteruskan dan diganti dengan Adeos (Advanced Earth Observation Satellite) Agustus 1996.
  • GMS (Geostationer Metrological Satellite)
      5. India:
  • IRS (Indiana Resources Satellite)
      6. Canada:
  • Radarsat (Radar Satellite).

Perkembangan Aplikasi

    Pada masa Perang Dunia I dan Perang Dunia II teknologi penginderaan jarak jauh digunakan dalam aplikasi militer, karena gambaran wilayah yang dapat disajikan secara vertikal mampu memberikan gambaran lebih efektif daripada peta sehingga lebih efektif dalam penyusunan strategi. Sinar inframerah juga telah mendukung analisis militer dalam membedakan kenampakan kamuflase objek militer dari objek-objek alami. Seiring dengan berakhirnya perang dunia, fungsi inderaja bergeser dari asalnya untuk kepentingan militer kini mengarah kepada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
       Sekarang pengaplikasian penginderaan jarak jauh sudah digunakan di berbagai bidang. Teknologi penginderaan jauh dengan wahana satelit merupakan suatu alternative yang berdaya guna dan berhasil guna untuk pemetaan,inventarisasi, pemantauan sumberdaya alam dan lingkungan (Purwadhi, 1994 dalam Purwadhi dan sanjoto 2008: 39-40).

Perkembangan Penerapan Teknologi: Dari Pemerintah Ke Swasta

   Setelah berakhirnya perang dunia pada tahun 1994, pemerintah Amerika Serikat mengambil keputusan untuk mengijinkan perusahaan sipil komersial untuk memasarkan data penginderaan jauh resolusi tinggi, yaitu antara 1-4 meter (Jensen, 1996). Dengan adanya keputusan itu banyak perusahaan swasta yang  masuk ke bidang penginderaan jarak jauh. Ikonos dan Quickbird merupakan satelit yang dikeluarkan oleh perusahaan swasta yang mampu memberikan citra dengan resolusi spasial tinggi yaitu masing-masing 0,6 dan 1 meter untuk pankromatik 2,4 dan 4 meter untuk multispectral.
   Banyaknya perusahaan swasta yang bergerak di bidang penginderaan jauh makin memudahkan orang-orang untuk mengakses data penting kewilayahan. Lalu tidak jarang juga kita sekarang dapat jumpai perusahaan data satelit yang menyediakan fasilitas download data melalui internet.

Perkembangan Teknik Analisis

o   Dari Manual ke Digital
Seiring berjalannya waktu dan semakin berkembangnya teknologi computer semakin banyak juga pengolahan citra secara digital. Penggunaan software pengolah citra digital dan SIG semakin banyak dan mudah untuk dioperasikan dengan PC dan laptop.  Perkembangan teknologi SIG dimulai akhir tahun 1960-an oleh Tomlinson. Pada akhir 1970-an di Amerika Serikat SIG mulai diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya lahan dan perencanaan wilayah. Lalu pada tahun 1979 ada pengembangan paket software SIG yaitu Arc/Info. Dengan adanya perkembangan fasilitas SIG memungkinkan untuk analisis data spasial. Sistem pengolah citra satelit dapat memberikan masukan pada SIG berupa peta-peta tematik hasil ekstraksi informasi dari citra digital satelit.  Di sisi lain, fasilitas analisis spasial dari SIG mampu mempertajam kemampuan analisis penglohan citra, terutama dalam hal pemanfaatan data bantu untuk meningkatkan akurasi hasil klasifikasi multispektral (Jensen, 2005).  
o   Dari Multispektral ke Multisumber dan Hiperspektral
Kamera biasa dan kamera yang digunakan untuk foto udara pada awalnya hanya menghasilkan foto hitam putih. Lalu berkembanglah kamera dengan film berwarna yang memberikan citra jauh lebih baik dari sebelumnya. Kemudian hadirlah film inframerah yang mendorong perkembangan kamera multisaluran (multiband), yang itu adalah satu kamera dengan empat lensa, dengan kepekaan yang berbeda-beda untuk wilayah spektral berikut: biru, hijau, merah dan inframerah dekat.  Tahap ini menandai perkembangan sistem pemotretan dari yang bersifat unispektral (saluran tunggal) dan berjulat spektral lebar –misalnya dari biru hingga merah ke  sistem pemotretan multispektral.  Analisis visual foto udara pankromatik, baik hitam-putih maupun berwarna pun kemudian bergeser ke analisis multispektral sederhana, dengan memanfaatkan alat pemadu warna elektrik seperti additive colour viewer (ACV). 
Dengan tersedianya sistem perekam citra digital, maka citra multispektral pun diolah dengan komputer, dan setiap kombinasi warna dalam bentuk citra komposit bisa dihasilkan dengan mudah. Analisis multispektral dapat dilakukan secara lebih teliti dengan membaca nilai-nilai piksel pada berbagai saluran spektral secara serentak, untuk diperbandingkan, dikombinasi melalui transformasi, maupun diekstrak melalui berbagai analisis statistik multivariat yang rumit, di mana setiap saluran berfungsi sebagai satu variabel informasi spektral.
Kehadiran teknologi informasi spasial melalui SIG telah memperluas jangkauan analisis citra, sehingga kemudian berkembanglah metode-metode ekstraksi informasi objek atau fenomena di permukaan bumi dengan memasukkan data yang bersifat nirspektral, seperti misalnya jenis tanah, bentuk lahan, kemiringan lereng, elevasi, dan juga peta-peta berisi objek-objek spasial lain.  Tentu saja, peta-peta ini harus disimpan dan diproses dalam format data digital.  Dengan demikian, perkembangan metode yang sudah berlangsung sekitar 25 tahun ini kemudian semakin mengarah ke klasifikasi multisumber. 
Perkembangan analisis multispektral juga mengarah ke penambahan jumlah saluran dan lebar setiap saluran.  Sistem hiperspektral mampu mengambarkan fenomena di permukaan bumi dengan jumlah saluran spektral yang mencapai ratusan dan dengan lebar setiap saluran yang hanya beberapa nanometer.  Analisis citra semacam ini, yang disebut dengan spectral cube (kubus spektral) berkembangan dengan pendekatan yang berbeda, mengingat bahwa metode-metode analisis multispektral tidak akan efisien dari sisi waktu pemrosesan dan akurasi hasilnya. 
o   Dari Perpiksel ke Perobjek
           Perkembangan sistem penginderaan jauh satelit telah menghasilkan citra-citra digital yang tidak pernah dibayangkan oleh praktisi di tahun 1980-an, yaitu citra multispektral dengan kualitas detil yang mendekati atau bahkan menyamai foto udara. 
  Kehadiran citra resolusi spasial tinggi telah menantang para analis citra untuk mengembangkan metode ekstraksi informasi tematik yang berbeda dengan klasifikasi multispektral yang biasa diterapkan pada citra resolusi spasial menengah dan rendah.  Metode ini dikenal dengan nama klasifikasi berbasis objek (object-based classification). Pada klasifikasi multispektral citra resolusi tinggi, satu piksel merupakan bagian dari objek penutup lahan yang umumnya berukuran jauh lebih besar, sehingga hasil klasifikasi cenderung merupakan kumpulan piksel yang tidak berkaitan langsung dengan kategorisasi objek yang dikembangkan dalam klasifikasi (Danoedoro, 2006).  Untuk mengatasi masalah ini, dalam kurun 10 tahun terakhir mulai berkembang metode klasifikasi berbasis objek, yang memanfaatkan teknik segmentasi citra (Baatz dan Schappe, 2000; Ranasinghe, 2006; Navulur, 2007).

Perkembangan Inderaja di Indonesia

          Perkembangan paket sensor penginderaan jauh yang dipasang pada satelit baik                   dengan system aktif (radar) maupun system pasif (optic) semakin tinggi resolusinya, hal       tersebut yang mendorong Indonesia yang mempunyai wilayah daratan dan lautan yang         sangat luas untuk membangun stasiun bumi satelit penginderaan jauh yang pertama               lembaga penerbangan dan antariksa nasional (LAPAN) (purwadi dan sanyoto 2008 : 40)
   LAPAN telah terlibat dalam kegiatan inderaja sejak awal tahun 1970-an dan menjalani beberapa tahapan perkembangan, antara lain tahap investigasi (1972-1978, pengkajian (1983-1991) dan operasional (1993- sampai sekarang)
  •  Tahap invesigasi (1972-1982) yang meliputi
o  Pembangunan stasiun penerima data APT (Automatic Picture Transmition) satelit lingkungan dan cuaca NOAA (National Oceania and Atmospheric Administration) tahun 1973
o Pengembangan stasiun buni satelit lingkungan dan cuaca di Jakarta untuk menerima data HRPT (High Resolution Picture Transmition) satelit NOAA (1978) dan tahun 1980 stasiun ini dikembangkan  kemampuannya untuk menerima data satelit EMS
Untuk pemanfaatan selain cuaca, Indonesia memanfaatkan data airbone (aerial photography, airbone radar dan lain-lain) serta data satelit dalam bentuk hardcopy yang dipesan dari luar negeri.
  •  Tahap pengkajian (1983 – 1993):
o  Tahun 1983, secara resmi baru dapat menerima langsung data satelit landsat (MSS) melalui stasiun bumi satelit sumber alam di Pekayon, Jakarta dan baru dapat mengolah dan melayani permintaan data pada tahun berikutnya.
  •  Tahap Operasional (1993 – sekarang):
o   Stasiun bumi di atas semuanya dipercayakan pemerintah kepada LAPAN untuk mengoperasikanya dan keberadaan stasiun bumi adalah untuk kepentingan nasional. LAPAN meningkatkan kemampuan stasiun buminya agar dapat menerima data resolusi tinggi dari satelit pengamatan lingkungan dan sumber alam. Stasiun bumi in diresmikan oleh presiden Soeharto pada September 1993 sebagai tanda tahap operasional dalam akuisisi, pengolahan, dan distribusi data untuk melayani kebutuhan pengguna. Tahap operasional ini membawa implikasi LAPAN harus senantiasa menjaga kesinambungan operasi pelayanan kebutuhan pengguna.

Stasiun Bumi Satelit Penginderaan Jauh yang dioperasikan oleh LAPAN adalah:
1. Stasiun bumi satelit pinginderaan jauh dan sumber daya alam berada di Pare pare, Sulawesi Selatan dengan cakupan rekaman data hamper seluruh wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia.
2. Stasiun bumi satelit lingkungan dan cuaca berada di Pekayon Pasar Rebo, Jakarta Timur, dan di Pulau Biak, Irian Jaya.
3. Fasilitas pengolahan dan distribusi data, serta informasi penginderaan jauh satelit di Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur (Purwadhi dan Sanjoto 2008 : 41)
Daftar Pustaka
Purwadhi S.H. dan Sanjoto T-B.2008. Pengantar Interpretari Citra Penginderaan Jauh. Jakarta: LAPAN
Puspics. Perkembangan Penginderaan Jauh. Program S2 Penginderaan Jauh Universitas Gadjah Mada. puspics.ugm.ac.id/s2pj/Perkembangan_PJ.php

Tidak ada komentar:

Posting Komentar