Selasa, 22 November 2016
Minggu, 06 November 2016
Interpretasi Citra Secara Visual
Interpretasi Citra Secara Visual menurut para ahli :
1.
Vink (1965)
Menurut Vink (1965) interpretasi citra dilakukan dalam
enam tahap:
1. Deteksi
Deteksi
adalah penyadapan data secara selektif atas obyek (tampak langsung) dan elemen
(tak tampak langsung) dari citra.
2. Pengenalan dan
identifikasi,
Kemudian
obyek tersebut dikenali dan obyek tersebut diidentifikasi
3. Analisis
Pada
proses analisis dilakukan proses pemisahan dengan penarikan garis batas
kelompok obyek atau elemen yang memiliki kesamaan wujud.
4. Deduksi
Lalu
dilakukan proses deduksi yang dilakukan berdasarkan asas konvergensi bukti
untuk prediksi terjadinya hubungan tertentu. Konvergensi bukti merupakan
penggunaan bukti-bukti yang masing-masing saling mengarah ke satu titik simpul.
5. Klasifikasi
Klasifikasi
dilakukan untuk menyusun obyek dan elemen ke dalam sistem yang teratur.
6. Idealisasi.
Tahap terakhir
yaitu idealisasi atau penggambaran hasil dari interpretasi tersebut.
Hasil interpretasi citra sangat tergantung atas penafsir citra beserta tingkat referensinya. Tingkat referensi ialah keluasan dan kedalaman pengetahuan penafsir citra. Ada tiga tingkat referensi yaitu umum, lokal dan khusus.
1. Tingkat referensi umum
yaitu pengetahuan umum penafsir citra tentang gejala dan proses yang diinterpretasi.
yaitu pengetahuan umum penafsir citra tentang gejala dan proses yang diinterpretasi.
2. Tingkat referensi lokal
adalah pengetahuan atau keakraban penafsir citra terhadap lingkungan setempat atau daerah yang diinterpretasi.
adalah pengetahuan atau keakraban penafsir citra terhadap lingkungan setempat atau daerah yang diinterpretasi.
3. Tingkat referensi khusus
ialah pngetahuan yang mendalam tentang proses dan gejala yang diinterpretasi.
ialah pngetahuan yang mendalam tentang proses dan gejala yang diinterpretasi.
2.
Lo (1976)
Lo (1976) mengutarakan bahwa interpretasi citra dilakukan
dengan tahap-tahap:
1. Deteksi
2. Merumuskan
identitas obyek dan elemen
Pada
proses perumusan identitas obyek dan elemen yang dideteksi pada citra dan
proses untuk menemukan artinya pentingnya obyek dan elemen tersebut berdasarkan
karakteristik foto seperti ukuran, bentuk, bayangan, rona, tekstur, pola dan
situs.
3. Analisis dan
deduksi
Analisis
dan deduksi digunakan untuk menemukan hubungan atau mencari arti dari proses
yang kedua.
4. Klasifikasi
Klasifikasi
dalam upaya menyajikan sejenis keteraturan dan kaitan antara informasi kualitatif
yang diperoleh. Klasifikasi melalui serangkian keputusan, evaluasi, dan lainnya
berdasarkan kriteria yang ada. Klasifikasi ini menuju kearah teorisasi.
5. Teorisasi
Teorisasi
ialah penyususnan teori berdasarkan penelitian yang bersangkutan atau
penggunaan teori yang ada sebagai dasar analisis dan penarikan kesimpulan
didalam penelitian itu.
3.
Roscoe (1960)
Roscoe (1960) menyatakan bahwa interpretasi citra
meliputi serangkaian pekerjaan yang berupa:
1. Interpretasi awal
Pada
interpretasi awal dilakukan interpretasi dari citra berskala kecil ke arah yang
skalanya lebih besar, dari pola umum ke wujud individual, dari obyek yang mudah
dikenal ke arah yang lebih sukar dikenal.
2. Pembuatan peta
kerja
Dengan
menggunakan peta kerja dan citra yang lebih diinterpretasi, pekerjaan medan
dapat dilakukan lebih efisien.
3. Pekerjaan medan
Pekerjaan
medan terarah lebih baik dan pelaksanaanya lebih singkat. Kadang – kadang di
medan juga dilakukan interpretasi citra untuk mengembangkan informasi baru yang
diperoleh dengan pengamatan langsung.
4. Tinjauan kembali
atas masalah dan metode
Tinjauan
atas masalah dan metode yang dipilih untuk pemecahan masalah perlu dilaksanakan
untuk menyimpulkan apakah ia akan tetap pada masalah yang telah dirumuskan dan
metode yang dipilih
5. Interpretasi akhir,
penarikan kesimpulan, dan kerangka laporannya disusun
6. Kesimpulan dan uji
medan
Sebelum
menulis laporan, lebih baik datang sekali lagi ke daerah penelitian untuk
meyakinakan hal yang perlu diyakinkan atau untuk menemukan jawaban atas
pertanyaan yang timbul pada interpretasi akhir.
7. Penyajian akhir.
Penyajian
hasil interpretasi dapat dilakukan antara lain dengan menyajikan gambaran dalam
kaitan spasial yang jelas. Untuk maksud ini dapat digunakan foto udara dan citra lainnya yang diberi
notasi, mosaik foto, dan peta.
4.
Umali (1983)
Menurut Umali (1983) interpretasi citra Landsat
dilaksanakan melalui tiga tahap:
1. Tahap analisis
citra
Tahap
analisis citra dimulai dengan mendeteksi rona atau warna pada citra. Umali
menarik garis batas bagi kelompok wujud yang rona atau warnanya sama dan
memisahkannya dari yang lain.
2. Tahap interpretasi
citra
Pekerjaan
ini terdiri dari pengenalan jenis obyek dan polanya. Pengenalan jenis obyek
dilakukan dengan menggunakan unsur spasial seperti ukuran, bentuk, tekstur,
bayangan, dan situsnya. Obyek yang tergambar pada citra tidak hanya dikenali
jenisnya, melainkan juga dikaji polanya atau susunan keruangannya. Pola
tersebut antara lain berupa pola bentuk lahan, pola bentang budaya, pola
aliran, dan pola penggunaan lahan.
3. Tahap interpretasi
disipliner terinci
Pada tahap
terakhir ini jenis dan pola obyek yang tergambar paada citra diinterpretasi
arti pentingnya sesuai dengan tujuan interpretasinya seperti misalnya untuk
geologi, geomorfologi, penggunaan lahan, kehutanan, sumberdaya akuatik, lingkungan,
pertanian, dan hidrologi.
5. Estes et al (1983)
Estes
et al berpendapat bahwa perlu ada kerangka kerja konsepsual atau pardigma bagi hal yang mendasar di dalam penginderaan jauh antara lain bagi asas interpretasi citra. Urgensi paradigma ini lebih terasa lagi setelah berkembangnya analisis
digital data penginderaan jauh pada dua dasawarsa terakhir ini. Analisis
digital seolah-olah terpisah sama sekali dari analisis manual. Tanpa ada
hubungan sedikitpun. Sehubungan dengan ini maka Estes et al mengemukakan suatu
paradigma analisis citra secara manual dan visual dan digital.
Pekerjaan analisis citra
meliputi tiga tahap:
1. Deteksi dan
identifikasi
Pertama dilakukan deteksi dan pemerian obyek penting yang tergambar pada citra
Pertama dilakukan deteksi dan pemerian obyek penting yang tergambar pada citra
2. Pengukuran
Obyek
itu kemudian diukur dengan cara manual atau menggunakan alat. Pengukuran ini
dilakukan atas rona atau warna, bentuk, luas, lereng, bayangan, terkstur, atau
aspek lainnya. Pengukuran ini penting dalam upaya pemecahan masalah.
3. Pemecahan masalah
Pemecahan
masalah dapat beraneka bentuknya, antara lain berupa pengenalan obyek melalui
pengamatan obyek lain atau pengenalan kompleks obyek berdasarkan obyek satu
persatu. Pemecahan masalah juga berarti penggunaan yang tepat data yang telah
diperoleh dari citra penginderaan jauh.
Didalam analisis citra, analis menyusun hipotesis juga. Seorang analis citra menduga bahwa obyek yang tergambar pada citra dan sedang diamati misalnya berupa tanaman jagung atau daerah yang tergambar pada citra berupa daerah pertanian yang subur.
Garis penalaran ialah pengembangan penalaran yang mengarah ke suatu kesimpulan. Satu garis penalaran yang pada dasarnya terdiri dari serangkaian pernyataan yang menggunakan “jika....maka....”. dengan mendasarkan atas penalaran, kita hapus satu persatu pernyataan-pernyataan tersebut, kecuali satu pernyataan yang paling mungkin terjadi.
Analisis citra secara manual pada dasarnya merupakan proses deduktif. Penarikan kesimpulan didasarkan atas apa yang telah diketahui atau didasarkan atas sesuatu yang kebenarannya telah diterima secara umum. Di dalam menyimpulkan jenis obyek atau kondisi suatu daerah yang tergambar pada citra, digunakan lebih dari satu unsur yang masing-masing mengarah ke satu kesimpulan, tidak ada yang bertentangan. Asas inilah yang disebut konvergensi bukti (converging evidence, convergence of evidence).
DAFTAR PUSTAKA
Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Jilid 1. Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta
Minggu, 23 Oktober 2016
Satelit Quickbird
Quickbird
Gambar 1. Satelit Quickbird
Satelit Quickbird diluncurkan pada tanggal 18 Oktober 2001 oleh Digital Globe. Satelit ini merupakan salah satu satelit tercanggih dan terbaik karena resolusi spasialnya sangat tinggi. Oleh karena itu, misi pertama satelit ini adalah diperolehnya citra dengan resolusi tinggi secara komersial. Satelit ini berbobot 2100 pounds dan memiliki panjang 3.04m.
Spesifikasi
Satelit ini mengorbit bumi secara sikron dengan matahari
(polar sunsynchronus) dengan tinggi
450km di atas permukaan bumi. Waktu revolusinya adalah 93.4 menit dengan sudut
inklinasi nya 98°. Waktu
pengulangannya adalah 1 – 3,5 hari pada latitude
30°. Area minimum yang
terliputi oleh citra satelit ini adalah 8 x 8 km2. Citra Quickbird
dapat diperoleh dengan harga 24 USD/km2.
Satelit Quickbird dilengkapi dengan resolusi radiometrik
sebesar 11 bit per pixel. Satelit ini memiliki dua macam sensor yaitu sensor
pankromatik (hitam dan putih) dengan resolusi spasial 0.6m dan sensor
multispektral (berwarna) dengan resolusi spasial 2.44m. Untuk resolusi spektral
sensor pankromatik adalah 450-900 nanometers, sedangkan untuk resolusi spektral
sensor multispektral adalah sebagai berikut:
- Biru : 450 – 520 nanometers
- Hijau : 520 – 600 nanometers
- Merah : 630 – 690 nanometers
- IR – Dekat : 760 – 900 nanometers
Sensor Pankromatik
Citra dengan sensor pankromatik dan pan - sharpened digunakan untuk analisis visual dan untuk aplikasi GIS dan pemetaan yang mendukung format GeoTIFF standar. Citra pankromatik dikumpulkan dengan format 11 bit (2048 grey levels) dan disampaikan dalam format 16 bit untuk didapatkan interpretasi citra superior (dilengkapi dengan detail bayangan, dll), sedangkan format 8 bit (256 grey levels) didukung oleh GIS dan aplikasi pemetaan.
Citra ditawarkan dalam tiga tingkat:
- Citra dasar (Basic Imagery) = Cocok untuk pengelolaan fotogrametri
- Citra standar (Standard Imagery) = Cocok untuk pengguna yang membutuhkan akurasi mutlak dan atau digunakan pada cakupan area kecil
- Citra Orthorectified = Cocok untuk membuat dan atau merevisi peta dan database GIS, atau untuk menambah lapisan fitur yang ada.
Cara Order
Untuk perolehan citra dari satelit Quickbird tidak dapat diperoleh secara gratis dari website – website penyedia citra satelit. Sehingga untuk memperoleh citra dari Quickbird perlu dilakukan pemesanan citra (product ordering). Pemesanan produk QuickBird dapat diperoleh langsung dari Arsip QuickBird atau dengan tasking satellite. Ada tiga pilihan Commercial Tasking untuk produk QuickBird Citra: Standard, Prioritas dan Rush.
1. Tasking Satellite
Pemesanan langsung dari satelit bisa disesuaikan dengan keperluan
pelanggan. Untuk pesanan QuickBird, laporan probabilitas keberhasilan akan
diberikan dengan studi kelayakan. Jika jendela pelanggan memiliki probabilitas sukses
rendah, maka jendela alternatif akan disarankan.
o
Select
Tasking
- Pelanggan dapat mengatur jendela koleksi (window collection) mereka sendiri atau menerima jendela (window) yang disarankan
- Tersedia untuk semua misi dan product level
- Pelanggan dapat menentukan jendela koleksi hingga 365 hari
o
Select
Plus Tasking
- Tersedia untuk semua misi dan product level kecuali Basic Stereo Pair
- Pelanggan dapat menentukan jendela koleksi hingga 365 hari
o
Assured
Tasking
- kapasitas yang diperlukan akan dialokasikan untuk memenuhi pesanan Assured Tasking dalam jendela koleksi yang sudah disetujui
- Jika pesanan Assured Tasking tidak berhasil diperoleh dalam jendela yang ditentukan, pelanggan akan diberikan pilihan untuk baik: menerima data ImageLibrary gratis atau memperpanjang pesanan.
- Assured Tasking tersedia untuk semua product level
- Pelanggan dapat menentukan jendela koleksi hingga 365 hari
o
Single
Shot Tasking
- Layanan terbaik untuk pelanggan yang membutuhkan citra secara cepat dan citra baru atau untuk tanggal tertentu
- Tersedia untuk product level kecuali orthorectified
- Pelanggan dapat menentukan jendela 1 - 14 hari
- Pemesanan dijamin akan langsung diperoleh saat konfirmasi dan harus diperoleh pada saat itu juga
2.
Arsip
Minimum order untuk produk standar dari arsip adalah 25 km2.
o
Rush Gambar
Perpustakaan (Rush Image Library)
Rush Gambar Perpustakaan menjamin produksi dalam waktu 24
jam (untuk pankromatik atau citra multi-spektral) atau 48 jam (untuk citra pan-sharpened) dari saat order.
o
Pemesanan Polygon (Order Polygon)
Setiap pesanan, apakah akuisisi baru atau arsip, berdasarkan
scene atau berdasarkan daerah,
didefinisikan oleh Polygon Order. Sebuah Polygon Orde mungkin berisi hingga
1.000 simpul, yang terdiri dari bujur / lintang (derajat desimal) koordinat
geografis pada ellipsoid WGS84.
Dimensi minimum poligon adalah 5 km. Poligon agar dapat
didefinisikan menggunakan salah satu metode berikut:
- Send Polygon File: Pelanggan dapat mengirimkan file yang mendefinisikan Orde Polygon. jenis file yang didukung untuk poligon adalah:
- Format shapefile - semua tiga file yang terkait
harus diberikan (shp, .shx, dan .dbf). Sebuah shapefile harus berisi hanya satu
polygon
- Format teks ASCII (.gen) – Menghasilkan Arc /
Info Format. Sebuah file teks ASCII harus berisi poligon tertutup dengan
minimal tiga poin, dan maksimum 1.000 poin
File-file ini dapat dikirim ke e-mail Layanan Customer
Representative di cust.service@eurimage.com.
- Manual Masukkan Koordinat: Pelanggan dapat secara manual menulis koordinat yang cocok dengan orde polygon pada Form pemesanan Eurimage Quickbird.
Untuk pengiriman citra produk standar QuickBird disediakan berbagai
format gambar standar industri dan edia. Produk citra QuickBird tersedia dalam
tiga format gambar:
- GeoTIFF 1.0
- NITF 2.0
- NITF 2.1
Untuk pengiriman citra Eurimage menyediakan berbagai pilihan
pengiriman langsung dan tepat waktu untuk memberikan produk citra QuickBird
kepada pelanggan. Pilihan ini termasuk:
- Standard Delivery Service: Eurimage menggunakan jasa pengiriman standar (DHL) untuk menyampaikan media secara langsung kepada pelanggan secara tepat waktu.
- Jasa Pengiriman elektronik: Pelanggan dapat meminta pengiriman elektronik. Eurimage mendukung ftp - pull, di mana pelanggan masuk ke sistem DigitalGlobe dan mengambil citra mereka. Para pelanggan yang memilih pengiriman elektronik tidak akan menerima citra pada media.
Bidang Pengamatan
Tingginya resolusi spasial pada citra satelit ini memberikan keuntungan untuk berbagai aplikasi. Terlebihnya untuk pengaplikasian dengan ketelitian yang tinggi pada skala area yang kecil. Contoh penggunaan citra Quickbird adalah pemetaan secara detail dan perencanaan tata kota. Satelit Quickbird juga digunakan dalam pengolahan lahan pertanian dan kehutanan terkait dengan umur, kesehatan, dan kerapatan tanaman musiman. Selain itu, juga dapat diterapkan di bidang eksplorasi dan produksi minyak bumi dan gas alam.
Daftar Pustaka
Digital Globe. 2009. EURIMAGE PRODUCTS AND SERVICES: QUICKBIRD.
Digital Globe. 2009. Quickbird Fact Sheets.
Sabtu, 22 Oktober 2016
Citra kosan dengan Google Earth
Berikut adalah citra kosan saya yang terletak di Jatinangor, Sumedang. Citra ini diperoleh dengan google earth.
Jumat, 14 Oktober 2016
Hambatan Atmosfer
Hambatan Atmosfer
Hambatan atmosfer adalah tenaga elektromagnetik dalam jendela atmosfer yang tidak seluruhnya dapat mencapai permukaan bumi secara utuh karena sebagian terhalang oleh atmosfer. Hambatan ini terutama disebabkan oleh butir-butir yang ada di atmosfer seperti debu, uap air, dan berbagai macam gas.
Partikel Penyebab Hambatan Atmosfer
Lapisan atmosfer merupakan campuran dari gas-gas yang tidak tampak dan tidak berwarna. Sekitar 99% didominasi oleh gas nitrogen dan oksigen, dan yang paling banyak jumlahnya di atmosfer adalah nitrogen. Empat gas, nitrogen, oksigen, argon dan karbondioksida meliputi hampir seratus persen dari volume udara kering. Gas lain yang stabil adalah neon, helium, metana, kripton, hidrogen, xenon dan yang kurang stabil termasuk ozon dan radon juga terdapat di atmosfer dalam jumlah yang sangat kecil. Selain udara kering, lapisan atmosfer mengandung air dalam ketiga fasanya dan aerosol atmosfer.
Oleh karena itu, udara kering yang murni di alam tidak pernah ditemui karena 2 alasan, yakni adanya uap air di udara yang jumlahnya berubah-ubah dan selalu ada injeksi zat ke dalam udara, misalnya asap dan partikel debu. Udara seperti ini disebut udara alam. Berikut adalah beberapa partikel yang menyebabkan hambatan atmosfer:
1. Debu
Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan. Jumlah debu berubah-ubah bergantung pada tempat. Di pegunungan, jumlah debu hanya beberapa ratus partikel tiap cm3, tetapi kota besar, daerah industri, dan daerah kering, jumlah debu dapat mencapai 5 juta tiap cm3. Konsentrasi debu umumnya berkurang dengan bertambahnya ketinggitan, meskipun debu meteorik dapat dijumpai pada lapisan atmosfer atas. Sumber debu beraneka ragam, yaitu asap, abu vulkanik, pembakaran bahan bakar, kebakaran hutan, bakteri, spora, tepung dan serbuk dari tanah yang berhembus ke atas, partikel garam yang masuk ke dalam atmosfer dari percikan air laut, dan sebgainya. Partikel debu yang bersifat higroskopis akan bertindak sebagai inti kondensasi. Debu higrokopis yang penting ialah partikel garam, asap batu bara atau arang. Kabas (smog) singkatan dari kabut dan asap (smog and fog) adalah kabut tebal yang sering dijumpai di daerah industri yang lembab. Debu dapat menyerap, memantulkan, dan menghamburkan radiasi yang datang. Debu atmosferik dapat tersapu turun ke permukaan bumi oleh curah hujan. Tetapi kemudian atmosfer dapat terisi partikel debu kembali.
2. Uap Air
Kandungan uap air di atmosfer mudah berubah menurut arah (horizontal & vertical) maupun menurut waktu. Air (H2O) di atmosfer memiliki bentuk yang bermacam-macam, mulai dari uap air (gas), air (cair), dan es (padat). Proses pengangkatan air ke udara dalam bentuk uap air (evaporasi), kemudian terjadi pendinginan pada level tertentu sehingga berubah menjadi awan yang memiliki komposisi bentuk air (kondensasi) kemudian turun sebagai hujan (presipitasi). Jika naik lagi ke atas sampai air berubah menjadi es (suhu yang sangat dingin) maka akan turun sebagai salju. Jumlah uap air selalu berubah karena terjadinya penguapan dan kondensasi secara terus menerus. Di atmosfer, uap air terdapat pada lapisan troposfer yang merupakan lapisan terbawah atmosfer. Lapisan ini mencakup 8 km di kutub dan 16 km di ekuator, atau rata-rata 12 km. Sumber uap air utama adalah lautan. Uap air berperan sangat penting di atmosfer karena mengeluarkan bahang yang sangat banyak yang disebut bahang laten (latent heat). Bahang laten ini merupakan sumber utama dalam pembentukan badai seperti hujan badai, hujan es, salju, dan hurricane. Uap air juga merupakan gas rumah kaca karena menyerap radiasi yang keluar dari bumi sehingga bumi menjadi lebih hangat.
3. Nitrogen
Nitrogen (N2) terdapat di udara dalam jumlah paling banyak, yaitu meliputi 78 bagian. Nitrogen tidak langsung bergabung dengan unsur lain, tetapi pada hakikatnya unsur ini adalah penting karena nitrogen merupakan bagian dari senyawa organik.
4. Oksigen
Oksigen (O2) sangat penting bagi kehidupan, yaitu untuk mengubah zat makanan menjadi energi hidup. Oksigen dapat bergabung dengan unsur kimia lain yang dibutuhkan untuk pembakaran.
5. Karbon Dioksida (CO2)
Karbon dioksida merupakan komponen atmosfer meskipun hanya sedikit (0,038%) tetapi berperan sangat penting. Karbon dioksida berasal dari berbagai sumber seperti pembusukan vegetasi, hasil buang pernapasan dari manusia dan hewan, pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan erupsi vulkanik. Karbondioksida (CO2), yang bertindak sebagai gas rumah kaca (GRK) dan menyebabkan efek rumah kaca (ERK), yaitu transparan terhadap radiasi gelombang pendek matahari dan menyerap radiasi gelombang panjang bumi. Kenaikan kadar CO2 akan menyebabkan kenaikan temperatur permukaan bumi dan menimbulkan pemananasan global. Sejak revolusi industri konsentrasi CO2 terus naik yang disebabkan antara lain kenaikan pemakaian bahan bakar karbon (BBK) dan hidrokarbon.
6. Ozon (O3)
Ozon (O3) adalah gas yang sangat aktif dan merupakan bentuk lain dari oksigen. Gas ini terdapat terutama pada ketinggian antara 20 dan 30 km. Gas ini juga ada di troposfer. Ozon yang dihasilkan dekat dengan permukaan bumi adalah sebagai polutan. Ozon merupakan komponen utama dalam campuran noxius dari gas dan partikel yang dinamakan photochemical smog, yang terbentuk sebagai hasil dari reaksi diantara polutan yang diemisikan oleh kendaraan bermotor dan industri. Photochemical smog akan menyebabkan iritasi pada mata dan kerongkongan/ pernapasan dan merusak tanaman. Biasanya digunakan sebagai disinfektan seperti untuk ozonisasi. Peran ozon yang ada di stratosfer adalah untuk melindungi makhluk yang ada di permukaan bumi dari paparan langsung sinar ultraviolet karena radiasi UV mempunyai energi besar dan berbahaya bagi tubuh manusia. Bagi manusia dapat menyebabkan kanker kulit dan dapat merusak tanaman (karena tanaman menyerap radiasi PAR bukan UV).
7. Aerosol
Aerosol merupakan suatu partikel padat atau liquid yang tersuspensi sangat kecil yang berada di atmosfer. Aerosol ini berasal dari butiran air laut (mengandung garam) yang terbawa ke atmosfer akibat evaporasi, partikel debu dari kebakaran, dan asap dari letusan gunung berapi. Aerosol dapat mengurangi jumlah cahaya matahari yang mencapai permukaan bumi dengan menyerap, memantulkan dan membaurkan energi matahari yang datang. Aerosol ini bisa menjadi inti kondensasi dalam pembentukan butiran hujan di awan.
Partikel-partikel atmosfer diatas membentuk kabut, awan, badai, dan lain - lain yang menjadi hambatan atmosfer.
Proses Hambatan Atmosfer
Proses penghambat dapat terjadi dalam bentuk serapan, pantulan, dan hamburan.
Hamburan adalah penyebaran arah radiasi oleh partikel-partikel di atmosfer yang tidak dapat diperkirakan (Lillesand dan Kiefer, 1999). Partikel-partikel penyebab terjadiya hamburan diantaranya adalah partikel oksigen, nitrogen, dan ozon (Mather, 2004). Terdapat lima jenis hamburan di atmosfer:
1. Hamburan Rayleigh
Hamburan Rayleigh terjadi ketika panjang gelombang radiasi lebih besar dibandingkan dengan ukuran partikel penghambur. Hamburan ini terdiri dari material maupun unsur kimia yang sangat ringan seperti nitrogen, oksigen, gas, ozon dan sebagainya. Diameter dari hamburan ini lebih kecil dari spekrtum tampak. Hal ini dicirikan dengan warna langit yang kebiruan. Karena butiran hamburan lebih kecil dibandingkan panjang gelombang pada spektrum nampak maka banyak tersebar pada saluran biru (0,4 – 0,5 μm). Lillesand dan Kiefer (1979) menyebutkan bahwa hamburan Rayleigh menyebabkan foto hitam putih nampak berkabut sedangkan pada foto berwarna memberikan warna abu kebiruan yang mengurangi ketajaman objek pada foto.
2. Hamburan Mie
Hamburan mie terjadi ketika gelombang elektromagnetik berinteraksi dengan berbagai partikel atmosferik dengan ukuran yang kurang lebih sama dengan panjang gelombang tersebut. Hamburan ini cenderung mempengaruhi panjang gelombang yang lebih panjang dibandingkan hamburan Rayleigh. Hamburan ini banyak tersebar pada spektrum hijau (0,5 – 0,6 μm).
Hamburan mie dapat disebabkan oleh dua sumber penyebab hamburan, yaitu partikel yang berasal dari permukaan bumi dan partikel akibat berbagai proses reaksi kimiawi pada atmosfer ataupun kondensasi. Hamburan ini memunculkan efek kabut di atmosfer.
3. Hamburan Non - Selektif
Hamburan non selektif merupakan hamburan yang menghamburkan hampir seluruh spektrum tampak di atmosfer. Hamburan non selektif terjadi ketika gelombang elektromagnetik berinteraksi dengan partikel atmosferik yang berukuran lebih besar dari panjang gelombangnya. Hamburan ini memiliki diameter yang lebih besar dari spektrum nampak dengan material seperti asap, debu, uap air, CO3 dan sebagainya. Hamburan ini memiliki ciri warna langit yang gelap (awan kumulonimbus). Hamburan ini memliki fungsi yang berbeda tergantung dari unsur kimia atau material yang dikandungnya.
Kandungan material atau unsur kimia tersebut dapat berubah tergantung kondisi dari permukaan bumi. Bila semakin banyak hamburan non selektif memungkinkan terjadinya penutupan atmosfer bagian bawah, unsur kimia mempengaruhi tingkat penyebaran pancaran matahari. Penyebaran hamburan ini semakin luasakan mendesak hamburan yang lebih ringan, terutama hamburan yang mengandung unsur karbon.
4. Hamburan umum
Hamburan umum (general case) adalah hamburan ke semua arah yang terjadi bila radiasi mengenai partikel-partikel yang ada dalam atmosfer.
5. Hamburan atmosfer
Hamburan atmosfer adalah hamburan riil yang terjadi di atmosfer. dapat didefinisikan sebagai gabungan dari berbagai hamburan sebagai fungsi dari kondisi atmosfer atau ukuran partikel yang ada di atmosfer.
Serapan merupakan kebalikan dari hamburan. Serapan menyebabkan kehilangan efektif energi ke pembentuk atmosfer. Biasanya meliputi serapan energi pada panjang gelombang tertentu. Penyebabnya adalah uap air, karbon dioksida, dan ozon. Benda yang memiliki serapan tinggi maka pantulannya kecil. Benda yang memiliki pantulan kecil tergambar lebih gelap.
Pengaruh Hambatan Atmosfer Pada Penginderaan Jauh
Dengan keberadaan hambatan atmosfer alat penginderaan jarak jauh seperti satelit, radar, dan sonar tentu akan terhambat. Hambatan yang besar muncul di dalam
atmosfer yang rapat, dan satelit dengan perigee dibawah 120 km memiliki kala
hidup yang pendek. Disisi lain, satelit pada ketinggian diatas 600 km, hambatan
atmosfernya lemah dimana satelit biasanya bertahan pada orbitnya lebih dari
kala hidup operasional satelit. Pada ketinggian ini, gangguan periode orbit
sangat kecil sehingga kita bisa dengan mudah menghitungnya tanpa pengetahuan
yang tepat mengenai kerapatan atmosfer. Di ketinggian menengah, dua variabel
kasar dari sumber energi menyebabkan variasi yang besar dalam kerapatan
atmosfer dan menimbulkan gangguan orbit. Selain itu, pengambilan citra oleh alat penginderaan jauh juga terganggu.
Daftar Pustaka
Juniarti, Riza. 2013. Komposisi Atmosfer.
http://diaryofforecaster.blogspot.co.id/2013/11/komposisi-atmosfer.html
(diakses 14 Oktober 2016)
Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra by Lillesand & Kiefer, Fotogrmetri by Paul R. Wolf, Penginderaan Jauh Jilid 1 by Sutanto, dan Insight Magazine edisi 10.
Setiawan, Agnas. 2015. Jenis - jenis hamburan. https://geograph88.blogspot.co.id/2015/08/jenis-jenis-hamburan.html
(diakses 14 Oktober 2016)
Jumat, 07 Oktober 2016
Sejarah Perkembangan Penginderaan Jarak Jauh
Sejarah Perkembangan Penginderaan Jarak Jauh
Perkembangan Sistem dan Wahana
Penginderaan
jarak jauh atau remote sensing adalah teknik pengambilan
gambar/citra suatu objek di permukaan bumi dari udara dengan bantuan sensor.
Teknik penginderaan jarak jauh sebenarnya sudah lama digunakan. Penginderaan
jarak jauh mulai berkembang semenjak ditemukannya kamera. Penginderaan jarak
jauh pertama kali dilakukan oleh seniman
foto asal Prancis bernama Felix Nadar (1858) memotret daerah Bievre, Prancis
dari ketinggian 80 meter dengan bantuan balon udara. Selain itu, pada tahun
1860 James Wallace Black dari Amerika melakukan uji coba balon udara
dengan ketinggian 365 meter untuk memotret kota Boston. Kedua percobaan ini
membuktikan bahwa teknik penginderaan jarak jauh dapat digunakan oleh ahli
tata ruang kota untuk membuat peta penggunaan lahan dan peta morfologi suatu
daerah.
Pada tahun 1882 di Inggris pengambilan citra dengan wahana layang - layang dilakukan oleh ED Archibalg. Pengambilan citra ini digunakan untuk memperoleh data meteorologi. Selain Archibalg, G.R Lawrence tahun 1906 juga mengambil citra daerah San Francisco pasca bencana gemba bumi dan kebakaran dengan wahana layang-layang. Pada tahun 1909 pemotretan dari udara yang pertama kali menggunakan wahana pesawat terbang dilakukan oleh Wilbur Wright di atas Centovelli, Italia. Seiring dengan perkembangan IPTEK, teknologi inderaja semakin canggih dan sensor yang digunakan semakin beragam seperti infrared, sonar, dan lainnya.
Peluncuran satelit TIROS (Television and Infrared Observation Satellite) pada tahun 1960 merupakan suatu gebrakan dalam perkembangan inderaja. Satelit ini dibawa oleh roket ke ruang angkasa untuk pengembangan satelit cuaca. Peluncuran satelit dilanjutkan lagi pada tahun 1972 oleh Amerika Serikat yang meluncurkan satelit sumberdaya ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite - 1) atau Landsat-1. Satelit ini mampu merekam hampir seluruh permukaan bumi pada beberapa spektra panjang gelombang, dan dengan resolusi spasial sekitar 80 meter. Disusul oleh generasi berikutnya Landsat 2 diluncurkan pada tanggal 22 Januari 1975 dan peluncuran Landsat 3 pada tanggal 5 Maret 1978. Perkembangan satelit sumber daya alam komersial terjadi pada Landsat 4 (Landsat-D) yang diluncurkan pada tanggal 16 Juli 1982. Landsat 4 dilengkapi dengan sensor Thematic Mapper dengan resolusi yang jauh lebih tinggi daripada Landsat sebelumnya, yaitu 30 meter pada enam saluran spektral pantulan dan 120 meter pada satu saluran spektral pancaran termal. Peluncuran satelit sumber daya alam juga dilakukan oleh negara lain, dengan meluncurkan satelit PJ, seperti satelit SPOT-1 (Systemme Probatoire d’Observation de la Terre) oleh Perancis pada tahun 1986 yang diikuti generasi berikutnya, yaitu SPOT-2, 3, dan 4.
Dilakukan peluncuran satelit radar dari berbagai negara. Peluncuran satelit ini digunakan untuk mengindera sumber daya. Satelit radar itu antara lainnya adalah:
Pada tahun 1882 di Inggris pengambilan citra dengan wahana layang - layang dilakukan oleh ED Archibalg. Pengambilan citra ini digunakan untuk memperoleh data meteorologi. Selain Archibalg, G.R Lawrence tahun 1906 juga mengambil citra daerah San Francisco pasca bencana gemba bumi dan kebakaran dengan wahana layang-layang. Pada tahun 1909 pemotretan dari udara yang pertama kali menggunakan wahana pesawat terbang dilakukan oleh Wilbur Wright di atas Centovelli, Italia. Seiring dengan perkembangan IPTEK, teknologi inderaja semakin canggih dan sensor yang digunakan semakin beragam seperti infrared, sonar, dan lainnya.
Peluncuran satelit TIROS (Television and Infrared Observation Satellite) pada tahun 1960 merupakan suatu gebrakan dalam perkembangan inderaja. Satelit ini dibawa oleh roket ke ruang angkasa untuk pengembangan satelit cuaca. Peluncuran satelit dilanjutkan lagi pada tahun 1972 oleh Amerika Serikat yang meluncurkan satelit sumberdaya ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite - 1) atau Landsat-1. Satelit ini mampu merekam hampir seluruh permukaan bumi pada beberapa spektra panjang gelombang, dan dengan resolusi spasial sekitar 80 meter. Disusul oleh generasi berikutnya Landsat 2 diluncurkan pada tanggal 22 Januari 1975 dan peluncuran Landsat 3 pada tanggal 5 Maret 1978. Perkembangan satelit sumber daya alam komersial terjadi pada Landsat 4 (Landsat-D) yang diluncurkan pada tanggal 16 Juli 1982. Landsat 4 dilengkapi dengan sensor Thematic Mapper dengan resolusi yang jauh lebih tinggi daripada Landsat sebelumnya, yaitu 30 meter pada enam saluran spektral pantulan dan 120 meter pada satu saluran spektral pancaran termal. Peluncuran satelit sumber daya alam juga dilakukan oleh negara lain, dengan meluncurkan satelit PJ, seperti satelit SPOT-1 (Systemme Probatoire d’Observation de la Terre) oleh Perancis pada tahun 1986 yang diikuti generasi berikutnya, yaitu SPOT-2, 3, dan 4.
Dilakukan peluncuran satelit radar dari berbagai negara. Peluncuran satelit ini digunakan untuk mengindera sumber daya. Satelit radar itu antara lainnya adalah:
1. Amerika Serikat:
- Seasat (Sea Satellite) tanggal 27 November 1978 untuk mengindera sumber daya laut,
- SIR (Shuttle Imaging Radar)-A 12 November 1981,
- SIR-B tahun 1984,
- SIR-C tahun 1987.
2. Rusia:
- Cosmos 1870 tahun 1987, untuk pengumpulan data daratan dan lautan. Cosmos-1870 ini hanya merupakan suatu prototipe, yang dirancang khusus untuk satelit sistem radar, yang secara operasional akan dilakukan oleh Almaz-1.
- Satelit Almaz-1 diluncurkan 31 Maret 1991, yang awalnya untuk pantauan kondisi cuaca setiap hari, sedangkan secara operasional mengindera bumi baru dimulai 17 Oktober 1992 dan beroperasi selama 18 bulan.
3. Eropa:
- ERS-1 tahun 1991 dan
- ERS-2 tahun 1995.
4. Jepang:
- JERS-1 (Japan Earth Resources Satellite) diluncurkan tanggal 11 Februari 1992, namun program ini tidak diteruskan dan diganti dengan Adeos (Advanced Earth Observation Satellite) Agustus 1996.
- GMS (Geostationer Metrological Satellite)
5. India:
- IRS (Indiana Resources Satellite)
6. Canada:
- Radarsat (Radar Satellite).
Perkembangan Aplikasi
Pada masa Perang Dunia I dan Perang
Dunia II teknologi penginderaan jarak jauh digunakan dalam aplikasi militer,
karena gambaran wilayah yang dapat disajikan secara vertikal mampu memberikan gambaran
lebih efektif daripada peta sehingga lebih efektif dalam penyusunan strategi. Sinar
inframerah juga telah mendukung analisis militer dalam membedakan kenampakan
kamuflase objek militer dari objek-objek alami. Seiring dengan berakhirnya
perang dunia, fungsi inderaja bergeser dari asalnya untuk kepentingan militer
kini mengarah kepada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sekarang pengaplikasian penginderaan jarak jauh sudah digunakan di berbagai bidang. Teknologi penginderaan jauh dengan wahana satelit merupakan suatu alternative yang berdaya guna dan berhasil guna untuk pemetaan,inventarisasi, pemantauan sumberdaya alam dan lingkungan (Purwadhi, 1994 dalam Purwadhi dan sanjoto 2008: 39-40).
Sekarang pengaplikasian penginderaan jarak jauh sudah digunakan di berbagai bidang. Teknologi penginderaan jauh dengan wahana satelit merupakan suatu alternative yang berdaya guna dan berhasil guna untuk pemetaan,inventarisasi, pemantauan sumberdaya alam dan lingkungan (Purwadhi, 1994 dalam Purwadhi dan sanjoto 2008: 39-40).
Perkembangan Penerapan Teknologi: Dari Pemerintah Ke Swasta
Setelah berakhirnya perang dunia pada tahun 1994, pemerintah Amerika Serikat mengambil keputusan untuk mengijinkan perusahaan sipil komersial untuk memasarkan data penginderaan jauh resolusi tinggi, yaitu antara 1-4 meter (Jensen, 1996). Dengan adanya keputusan itu banyak perusahaan swasta yang masuk ke bidang penginderaan jarak jauh. Ikonos dan Quickbird merupakan satelit yang dikeluarkan oleh perusahaan swasta yang mampu memberikan citra dengan resolusi spasial tinggi yaitu masing-masing 0,6 dan 1 meter untuk pankromatik 2,4 dan 4 meter untuk multispectral.Banyaknya perusahaan swasta yang bergerak di bidang penginderaan jauh makin memudahkan orang-orang untuk mengakses data penting kewilayahan. Lalu tidak jarang juga kita sekarang dapat jumpai perusahaan data satelit yang menyediakan fasilitas download data melalui internet.
Perkembangan Teknik Analisis
o Dari Manual ke
Digital
Seiring berjalannya waktu dan semakin
berkembangnya teknologi computer semakin banyak juga pengolahan citra secara
digital. Penggunaan software pengolah
citra digital dan SIG semakin banyak dan mudah untuk dioperasikan dengan PC dan
laptop. Perkembangan teknologi SIG
dimulai akhir tahun 1960-an oleh Tomlinson. Pada akhir 1970-an di Amerika
Serikat SIG mulai diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya lahan dan perencanaan
wilayah. Lalu pada tahun 1979 ada pengembangan paket software SIG yaitu Arc/Info.
Dengan adanya perkembangan fasilitas SIG memungkinkan untuk analisis data
spasial. Sistem pengolah citra satelit dapat memberikan masukan pada SIG berupa
peta-peta tematik hasil ekstraksi informasi dari citra digital satelit. Di sisi lain, fasilitas analisis spasial dari
SIG mampu mempertajam kemampuan analisis penglohan citra, terutama dalam hal
pemanfaatan data bantu untuk meningkatkan akurasi hasil klasifikasi
multispektral (Jensen, 2005).
o Dari Multispektral ke Multisumber dan Hiperspektral
Kamera biasa dan kamera yang digunakan untuk foto
udara pada awalnya hanya menghasilkan foto hitam putih. Lalu berkembanglah
kamera dengan film berwarna yang memberikan citra jauh lebih baik dari
sebelumnya. Kemudian hadirlah film inframerah yang mendorong perkembangan
kamera multisaluran (multiband), yang itu adalah satu kamera dengan empat lensa,
dengan kepekaan yang berbeda-beda untuk wilayah spektral berikut: biru, hijau,
merah dan inframerah dekat. Tahap ini
menandai perkembangan sistem pemotretan dari yang bersifat unispektral (saluran
tunggal) dan berjulat spektral lebar –misalnya dari biru hingga merah ke sistem pemotretan multispektral. Analisis visual foto udara pankromatik, baik
hitam-putih maupun berwarna pun kemudian bergeser ke analisis multispektral
sederhana, dengan memanfaatkan alat pemadu warna elektrik seperti additive colour viewer (ACV).
Dengan tersedianya sistem perekam citra digital, maka citra multispektral pun diolah dengan komputer, dan setiap kombinasi warna dalam bentuk citra komposit bisa dihasilkan dengan mudah. Analisis multispektral dapat dilakukan secara lebih teliti dengan membaca nilai-nilai piksel pada berbagai saluran spektral secara serentak, untuk diperbandingkan, dikombinasi melalui transformasi, maupun diekstrak melalui berbagai analisis statistik multivariat yang rumit, di mana setiap saluran berfungsi sebagai satu variabel informasi spektral.
Kehadiran teknologi informasi spasial melalui SIG telah memperluas jangkauan analisis citra, sehingga kemudian berkembanglah metode-metode ekstraksi informasi objek atau fenomena di permukaan bumi dengan memasukkan data yang bersifat nirspektral, seperti misalnya jenis tanah, bentuk lahan, kemiringan lereng, elevasi, dan juga peta-peta berisi objek-objek spasial lain. Tentu saja, peta-peta ini harus disimpan dan diproses dalam format data digital. Dengan demikian, perkembangan metode yang sudah berlangsung sekitar 25 tahun ini kemudian semakin mengarah ke klasifikasi multisumber.
Perkembangan analisis multispektral juga mengarah ke penambahan jumlah saluran dan lebar setiap saluran. Sistem hiperspektral mampu mengambarkan fenomena di permukaan bumi dengan jumlah saluran spektral yang mencapai ratusan dan dengan lebar setiap saluran yang hanya beberapa nanometer. Analisis citra semacam ini, yang disebut dengan spectral cube (kubus spektral) berkembangan dengan pendekatan yang berbeda, mengingat bahwa metode-metode analisis multispektral tidak akan efisien dari sisi waktu pemrosesan dan akurasi hasilnya.
Dengan tersedianya sistem perekam citra digital, maka citra multispektral pun diolah dengan komputer, dan setiap kombinasi warna dalam bentuk citra komposit bisa dihasilkan dengan mudah. Analisis multispektral dapat dilakukan secara lebih teliti dengan membaca nilai-nilai piksel pada berbagai saluran spektral secara serentak, untuk diperbandingkan, dikombinasi melalui transformasi, maupun diekstrak melalui berbagai analisis statistik multivariat yang rumit, di mana setiap saluran berfungsi sebagai satu variabel informasi spektral.
Kehadiran teknologi informasi spasial melalui SIG telah memperluas jangkauan analisis citra, sehingga kemudian berkembanglah metode-metode ekstraksi informasi objek atau fenomena di permukaan bumi dengan memasukkan data yang bersifat nirspektral, seperti misalnya jenis tanah, bentuk lahan, kemiringan lereng, elevasi, dan juga peta-peta berisi objek-objek spasial lain. Tentu saja, peta-peta ini harus disimpan dan diproses dalam format data digital. Dengan demikian, perkembangan metode yang sudah berlangsung sekitar 25 tahun ini kemudian semakin mengarah ke klasifikasi multisumber.
Perkembangan analisis multispektral juga mengarah ke penambahan jumlah saluran dan lebar setiap saluran. Sistem hiperspektral mampu mengambarkan fenomena di permukaan bumi dengan jumlah saluran spektral yang mencapai ratusan dan dengan lebar setiap saluran yang hanya beberapa nanometer. Analisis citra semacam ini, yang disebut dengan spectral cube (kubus spektral) berkembangan dengan pendekatan yang berbeda, mengingat bahwa metode-metode analisis multispektral tidak akan efisien dari sisi waktu pemrosesan dan akurasi hasilnya.
o Dari Perpiksel ke Perobjek
Perkembangan sistem penginderaan jauh satelit telah menghasilkan citra-citra digital yang tidak pernah dibayangkan oleh praktisi di tahun 1980-an, yaitu citra multispektral dengan kualitas detil yang mendekati atau bahkan menyamai foto udara.
Kehadiran citra resolusi spasial tinggi telah menantang para analis citra untuk mengembangkan metode ekstraksi informasi tematik yang berbeda dengan klasifikasi multispektral yang biasa diterapkan pada citra resolusi spasial menengah dan rendah. Metode ini dikenal dengan nama klasifikasi berbasis objek (object-based classification). Pada klasifikasi multispektral citra resolusi tinggi, satu piksel merupakan bagian dari objek penutup lahan yang umumnya berukuran jauh lebih besar, sehingga hasil klasifikasi cenderung merupakan kumpulan piksel yang tidak berkaitan langsung dengan kategorisasi objek yang dikembangkan dalam klasifikasi (Danoedoro, 2006). Untuk mengatasi masalah ini, dalam kurun 10 tahun terakhir mulai berkembang metode klasifikasi berbasis objek, yang memanfaatkan teknik segmentasi citra (Baatz dan Schappe, 2000; Ranasinghe, 2006; Navulur, 2007).
Perkembangan sistem penginderaan jauh satelit telah menghasilkan citra-citra digital yang tidak pernah dibayangkan oleh praktisi di tahun 1980-an, yaitu citra multispektral dengan kualitas detil yang mendekati atau bahkan menyamai foto udara.
Kehadiran citra resolusi spasial tinggi telah menantang para analis citra untuk mengembangkan metode ekstraksi informasi tematik yang berbeda dengan klasifikasi multispektral yang biasa diterapkan pada citra resolusi spasial menengah dan rendah. Metode ini dikenal dengan nama klasifikasi berbasis objek (object-based classification). Pada klasifikasi multispektral citra resolusi tinggi, satu piksel merupakan bagian dari objek penutup lahan yang umumnya berukuran jauh lebih besar, sehingga hasil klasifikasi cenderung merupakan kumpulan piksel yang tidak berkaitan langsung dengan kategorisasi objek yang dikembangkan dalam klasifikasi (Danoedoro, 2006). Untuk mengatasi masalah ini, dalam kurun 10 tahun terakhir mulai berkembang metode klasifikasi berbasis objek, yang memanfaatkan teknik segmentasi citra (Baatz dan Schappe, 2000; Ranasinghe, 2006; Navulur, 2007).
Perkembangan Inderaja di Indonesia
Perkembangan paket sensor penginderaan jauh
yang dipasang pada satelit baik dengan system aktif (radar) maupun system pasif (optic)
semakin tinggi resolusinya, hal tersebut yang mendorong Indonesia yang
mempunyai wilayah daratan dan lautan yang sangat luas untuk membangun stasiun
bumi satelit penginderaan jauh yang pertama lembaga penerbangan dan antariksa
nasional (LAPAN) (purwadi dan sanyoto 2008 : 40)
LAPAN telah terlibat dalam kegiatan inderaja sejak awal tahun
1970-an dan menjalani beberapa tahapan perkembangan, antara lain tahap
investigasi (1972-1978, pengkajian (1983-1991) dan operasional (1993- sampai
sekarang)
- Tahap invesigasi (1972-1982) yang meliputi
o Pembangunan stasiun penerima data APT (Automatic Picture Transmition) satelit
lingkungan dan cuaca NOAA (National Oceania
and Atmospheric Administration) tahun 1973
o Pengembangan stasiun buni satelit lingkungan dan
cuaca di Jakarta untuk menerima data HRPT (High
Resolution Picture Transmition) satelit NOAA (1978) dan tahun 1980 stasiun
ini dikembangkan kemampuannya untuk
menerima data satelit EMS
o Untuk pemanfaatan selain cuaca, Indonesia
memanfaatkan data airbone (aerial
photography, airbone radar dan lain-lain) serta data satelit dalam bentuk hardcopy yang dipesan dari luar negeri.
- Tahap pengkajian (1983 – 1993):
o Tahun 1983, secara resmi baru dapat menerima langsung
data satelit landsat (MSS) melalui stasiun bumi satelit sumber alam di Pekayon,
Jakarta dan baru dapat mengolah dan melayani permintaan data pada tahun
berikutnya.
- Tahap Operasional (1993 – sekarang):
o
Stasiun bumi di atas semuanya dipercayakan
pemerintah kepada LAPAN untuk mengoperasikanya dan keberadaan stasiun bumi
adalah untuk kepentingan nasional. LAPAN meningkatkan kemampuan stasiun buminya
agar dapat menerima data resolusi tinggi dari satelit pengamatan lingkungan dan
sumber alam. Stasiun bumi in diresmikan oleh presiden Soeharto pada September
1993 sebagai tanda tahap operasional dalam akuisisi, pengolahan, dan distribusi
data untuk melayani kebutuhan pengguna. Tahap operasional ini membawa implikasi
LAPAN harus senantiasa menjaga kesinambungan operasi pelayanan kebutuhan
pengguna.
Stasiun Bumi Satelit Penginderaan Jauh yang dioperasikan oleh LAPAN adalah:
Stasiun Bumi Satelit Penginderaan Jauh yang dioperasikan oleh LAPAN adalah:
1. Stasiun bumi satelit pinginderaan jauh dan sumber daya alam
berada di Pare pare, Sulawesi Selatan dengan cakupan rekaman data hamper
seluruh wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia.
2. Stasiun bumi satelit lingkungan dan cuaca berada di Pekayon
Pasar Rebo, Jakarta Timur, dan di Pulau Biak, Irian Jaya.
3. Fasilitas pengolahan dan distribusi data, serta informasi
penginderaan jauh satelit di Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur (Purwadhi dan
Sanjoto 2008 : 41)
Daftar Pustaka
Purwadhi S.H. dan Sanjoto T-B.2008. Pengantar Interpretari
Citra Penginderaan Jauh. Jakarta: LAPAN
Puspics. Perkembangan
Penginderaan Jauh. Program S2 Penginderaan Jauh Universitas Gadjah Mada. puspics.ugm.ac.id/s2pj/Perkembangan_PJ.php
Langganan:
Postingan (Atom)